MENJADI MANUSIA “BERAK" FLEKSIBEL
Foto: Mojok.co
Ada dua kubu yang memiliki tingkat fleksibilitas yang berbeda. Saya begitu mempelajari secara mendalam mengenai ini: studi kasus masyarakat UNM Parangtambung terhadap kemampuan berak di tempat umum.
Sedikit mengoreksi lagu milik Tulus, manusia-manusia kuat itu adalah orang yang mampu dan tak ada beban sama sekali yang harus ditanggungnya ketika hendak melakukan proses BAB di tempat umum, bukan menggeneralisasikan kata “kita" untuk semua manusia — bahkan yang suka ikut perang Senin Kamis ala Partam pun belum tentu kuat jika belum bisa mengatasi persoalan ini.
Bagaimana menjadi manusia “berak" fleksibel nyatanya sama sekali belum terjawab, sehingga terkadang saya sebagai pengamat turut mengamini bahwa ini adalah kemampuan alami yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Tidak ada jawaban konkret atas kasus ini, hanya ada beberapa jawaban paling kuat yang berhasil saya kumpulkan: bodo amat saja, nyalakan keran air dan nikmatilah sensasi mengeluarkan beban kehidupan. Pastinya, jawaban seperti itu masih tidak bisa dikatakan sebagai tutorial yang bisa dicontoh oleh manusia-manusia yang tidak kuat. Semua orang tidak memiliki rasa kepercayaan diri yang sama, sehingga untuk berlama-lama di WC umum pun masih menjadi mimpi buruk bagi mereka.
Alasan bagi mereka enggan BAB di tempat umum adalah kesulitan untuk mengeluarkannya. Merasa tidak aman, apalagi saat sedang di ujung tanduk tiba-tiba seseorang mengetuk pintu, alhasil semua kekuatan untuk mengeluarkan tersebut kembali di titik nol, dinetralisasi oleh kejadian tersebut. Alasan lain, mereka tidak mampu beradaptasi dengan keadaan WC yang akan menjadi tujuan akhir kotoran mereka, apalagi jika kotor dan bau serta banyak kecoa.
Karena kesulitan untuk mengetahui apa alasan yang membuat orang-orang bisa fleksibel melakukan proses BAB di tempat umum, akhirnya saya memutuskan untuk melakukan riset kecil-kecilan dan menjadikan teman-teman saya sebagai objek: siapa yang paling “berak" fleksibel di antara mereka. Alhasil, masing-masing menunjukan kemampuan alamiahnya.
Teman saya, seorang laki-laki tulen, berbadan tinggi semampai, adalah satu dari golongan manusia yang kuat. Saat itu kami sedang melakukan sebuah pertemuan politis di meja kopi pukul satu malam di tengah kondisi PPKM. Pasca makan tengah malam, tiba-tiba belio merasa perutnya mules sehingga memaksa dirinya untuk melangkahkan kaki ke WC umum padahal saat itu kondisi cafe sedang ramai, 60% diisi oleh sekolompok aktivis perempuan yang secara psikologis justru akan menurunkan kepercayaan diri seorang laki-laki. Realitanya, ia berani mengambil langkah tersebut dan keluar kembali dalam keadaan tersenyum sumringah, menandakan dirinya telah usai melakukan kewajiban mulia tersebut. Sungguh fleksibel!
Saya justru terkesan dengan jenis manusia-manusia seperti ini. Sebuah prestasi non-akademik yang seharusnya mendapat perhatian khusus. Jika memungkinkan, kemampuan ini bisa diikutsertakan dalam ajang Pekan Olahraga Nasional.
Rupanya, saya sebenarnya memiliki banyak teman-teman yang memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap kasus ini; saya masih bisa melihat antrean WC di kampus yang menandakan orang-orang kuat sedang berjuang melakukan proses BAB di tempat umum tanpa merasa dirinya tidak aman.